Mahasiswa Sedang Mempersiapkan Tes/Dok. Istimewa |
Pada Selasa, (09/07) IAIN Purwokerto adakan ujian BTA/PPI gelombang II angkatan 2018. Ujian kali ini diikuti ratusan mahasiswa yang sudah mondok selama satu tahun dan mendapat rekomendasi pondok. Beberapa ruang kelas di fakultas seperti Tarbiyah dan Dakwah, bahkan sampai gedung pasca sarjana dipakai sebagai ruang ujian. Ujian dimulai pukul 08.00 pagi dengan dua kali masuk. Jam pertama yaitu ujian secara tertulis sebayak 100 soal pilihan ganda dan jam kedua ujian praktek, baik praktek Menulis imla, baca Al-Quran, dan Praktek PPI.
Ujian BTA/PPI ini bagi sebagian mahasiswa dianggap bersifat subjektif, artinya lulus atau tidaknya itu tergantung masing-masing dosen penguji. Indikasinya adalah karena dari sekian banyak mahasiswa, prosentase lulus dan tidak lulus banyak yang tidak lulus dengan selisih yang sangat banyak. Selain itu , banyak pengakuan dari mereka bahwa dosen penguji kadang tidak melaksanakan semua ujian praktek, seperti Halafalan Juz Amma, baca al-Quran, dan praktek pengalaman ibadah hanya karena peserta tidak lancar pada sesi hafalan jadi mereka dikeluarkan dan tidak mengikuti praktek selanjutnya. Disisi lain banyak dari mereka yang sudah mumpuni dalam hal agama dan sudah mondok tapi anehnya banyak yang tidak lulus. Al-hasil, banyak mahasiswa yang menganggap ujian ini bersifat untung-untungan.
Berbagai kejanggalan diatas dirasa merugikan mahasiswa, artinya keberhasilan/kelulusan BTA PPI itu tidak berdasarkan kemampuan dan pengalaman mahasiswa, tetapi berdasarkan subjektifitas dosen penguji. Tahun 2018 kemarin, prosentase kelulusan sangat tidak seimbang. Dari 2000 lebih mahasiswa hampir tidak ada setengahnya yang lulus. Mahasiswa sampai hari ini masih bertanya tanya, ada apa dibalik tes BTA PPI ini? Mungkinkah ada politik pemerataan pondok? Atau memang murni mahasiswa baru yang tidak mampu untuk mengikuti tes BTA PPI ini?
Jawabannya sudah bisa anda tebak.
Bagi yang tidak lulus ujian, semua wajib mondok selama minima 1 tahun. Untuk masuk pesantren pun, mereka diwajibkan agar masuk di pesantren yang bermitra dengan kampus. Masing-masing pesantren punya kebijakan berbeda-beda. Dari segi pembelajarannya, biaya, dan juga waktu batasan untuk santri mendapat surat rekomendasi mengikuti ujian BTA/PPI. Hal ini dianggap menghambat sebagian mahasiswa untuk mengikuti organisasi, karena ada beberapa pesantren yang sangat membatasi mahasiswa melakukan kegiatan di kampus maupun diluar kampus. Pondok Pesantren yang sudah mitra dengan kampus seharusnya bisa memberikan sitem pembelajaran yang sama terhadap santri BTA/PPI baik dari segi materi, biaya, maupun syarat untuk mendapatkan rekomendasi.