Notification

×

Cerpen Mahasiswa 'Sahabatku Adalah Alam'

Rabu, 10 Agustus 2022 | 17.29 WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-10T10:59:20Z

 

Sumber Foto: Hutan Pinus Limpakuwus (https://pin.it/4yblO6N)  

Sahabat ku adalah Alam

Dalam kehidupan tidak ada yang bisa sepenuhnya mengerti tentang diri sendiri, begitu juga orang lain. Apapun yang kita rasakan merupakan sesuatu yang diharapkan. Harapan ini dan itu yang tidak ada batasnya, keinginan yang hendak dicapai dengan tujuan penuh harapan. Sama seperti keinginan yang ingin diwujudkan dalam negeri ini, negeri Indonesia yang penuh dengan budaya, pesona aesthetik tersendiri. 

Hari libur kuliah telah tiba, Qita putuskan untuk mereflesingkan otaknya setelah bergulit dengan mata kuliah yang cukup menguras otak. 

"Hmmm, kemana ya? " Tanya sendiri

Sejenak berfikir, setelah ide muncul dan memutuskan untuk kemana 

Qita langsung bersiap-siap untuk pergi. Karena dirumah hanya ada

Qita, bibi dan supir pribadinya, Qita langsung pergi dengan bawaan seperlunya dan out fit lebih ke anak gunung. 

Membutuhkan kurang lebih satu jam untuk sampai ke tujuan, disepanjang perjalanan Qita asik mendengarkan musik dan sarapan yang sebelum berangkat belum sempat dimakan di dalam mobil. 

1 Jam kemudian

Akhirnya Qita sampai di lokasi, menarik nafas panjang yang begitu segar. 

"Nanti aku kabarin lagi ya pak, pulangnya." Ucap Qita

"Siap, non." Tegas supir Qita

Menyusuri sepanjang jalan yang rindang hijau, penuh pepohonan dan udara yang sejuk dan dingin. Ketika sedang menikmati indahnya perjalanan, tiba-tiba terdengar suara orang yang memanggilnya, suara yang tidak asing bagi Qita. 

"Qita.... " Panggil jauh 

Qita menengok ke belakang, dan sedikit menipiskan matanya. 

"Ehh, Hersa." Sambil melambaikan tangan kanannya. 

"Kamu lagi ngapain di sini?" Tanya Hersa dengan wajah ceria

"Lagi cari udara seger aja, kamu ngapain di sini juga"? Tanya balik Qita.

"Biasa." Sambil menunjukkan kamera yang sedari tadi dipegangnya, lanjutnya "Cari udara seger juga, sambil cari-cari referensi buat ikut lomba fotografi." Jelas Hersa.

"Oohh." Singkat Qita, karena tak heran baginya jika Hersa menghabiskan waktunya di alam dengan karya-karya foto yang aesthetic untuk dilombakan. Tak heran pula beberapa kejuaraan sudah biasa diraih olehnya. 

Sejenak mereka memandang dalam lamunannya masing-masing, menarik napas panjang yang segar dan menghembuskan nya dengan ekspresi full tersenyum. Masih dalam dunianya masing-masing Hersa pun membuka percakapan. 

"Eh, Ta. Kamu mau nggak jadi modelku?"

Qita menengok sejenak ke arah Hersa

"Model?"

Hersa menganggukan kepalanya

"Buat lomba?" Tanyanya

"Iya." Singkatnya

"Kenapa harus aku?" 

"Yaa...." Lanjutnya "Karena kebetulan ketemu kamu aja."

"Konsepnya gimana?"

Hersa menjelaskan dengan rinci ke Qita, karena mereka sebelum nya pernah kolaborasi tak canggung bagi keduanya untuk berkolaborasi kembali. 

"Satu... Dua... Tiga..."  Aba-aba Hersa

Dengan gaya cantiknya Qita menunjukkan model pesona alam. 


Beberapa jam kemudian


"Harusnya aku kaya gini ya tanganya." Ucap Qita

"Hmm, nggak juga sih, inikan ada pohon, pas sih gaya begini."

Qita melihat kembali hasil foto-fotonya. 

"Ehh, Her, kenapa kamu suka foto alam?" Tanya Qita

"Suka aja." Sedikit berpaling

"Ya, suka pasti ada alasannya kan?"

"Ya, kamu tau sendiri kan sejak SMP aku seneng hiking, ngabisin waktu di alam, foto-foto alam." Lanjutnya "Alam bagiku bukan hanya sekedar ciptaan Tuhan yang hanya kita ketahui, namun harus kita rasakan dalam setiap langkah-langkah kaki ini ketika menginjaknya. Semuanya terasa aman dan damai ketika bersahabat dengan alam. Bukan hanya pemandangan yang indah namun suasana yang bisa menenangkan dalam kondisi apapun, obatnya adalah bersahabat dengan alam." Jelas Hersa dengan gaya wibawanya.

"Berarti kamu nggak suka foto-foto jalan ketika malam hari?"

"Bukannya nggak suka sih, tapi lebih ke suasana hati aja, ketika aku sedang ada masalah, aku ceritakan semuanya kepada alam, walaupun alam ini diam namun diamnya itu sangat menenangkan suasananya. Kalau aku marah-marah dijalan malam hari, ntar dikira orang gila." Sedikit cekikikan

Qita tertawa kecil dengan perkataan Hersa barusan. 

"Hmm, iya juga sih." Memandang lurus pandangannya. 

"Alam bagi kamu tuh dianggap apa sih?" Tanya Qita kembali

"Sahabat, sahabat yang tidak bisa berbicara namun dapat memberikan jawaban yang tepat." Lugas Hersa

Qita tersenyum manis

"Kalau ada yang nyakitin sahabat kamu, kamu mau ngelakuin apa?"

"Aku tegur, aku beritahu mereka, nggak seharusnya mereka menyakiti alam semesta ini, toh alam ini nggak pernah berbuat salah, terus kenapa kita jahat kepada alam ini. Orang-orang yang tidak pernah berterima kasih dengan Tuhan."

Lagi-lagi Qita tersenyum mendengar jawaban Hersa. 

Setelah berbincang-bincang Hersa mengajak Qita jalan-jalan ke arah air terjun, dimana air terjun itu tempat favorit Hersa.

Disampingnya udara yang sejuk ada gercikan air yang selalu mengalir apa adanya tanpa campur tangan dari yang lain. 

Bisakah kita berbuat sama kepada alam ini, dengan apa yang telah Tuhan ciptakan untuk kita?

Biodata Penulis :

Nama : Eka Nur Farida
Nama Panggilan : Rida
TTL : Purbalingga, 14 Juli 2002
Alamat : Desa Permasidi, RT/RW 04/02 Cilongok, Banyumas

Editor : Margi Wahyuningsih***